Rabu, 21 Juli 2010

GAJI DALAM PANDANGAN ISLAM.


Abstrak: Penegakkan masyarakat Islam dapat melenyapkan kejahatan sosial dan ekonomi, meskipun perbedaan antara si miskin dan si kaya dapat menghasilkan “keseimbangan ekonomi masyrakat”; keduanya tidak mempengaruhi kejayaan manusia, perpindahan agen ekonomi Islam dari agen ekonomi non-Islam terkait dengan motivasi dibalik keputusan ekonomi, fungsi utility tenaga kerja Islam terdiri dari: kehendak Allah, kepuasan majikan, gaji dan tingkat usaha. Tingkat Aman (keimanan) dalam ibadah dan keputusan ekonomi akan membawa pada diferensiasi gaji dalam pasar tenaga kerja.

I.       Pendahuluan:
 Artikel ini akan menganalisa motivasi dibalik keputusan agen ekonomi Islami dan agen ekonomi sekukuler, makalah ini mempresentasikan fungsi utlity tenga kerja dalam Islam, kami menemukan bahwa tingkat aman atau keimananlah (yang berasal dari keragaman hati-hati mansiai) yang menjadi acuan penting dalam masalah keputusan ekonomi begitu pula dalam ibadah, akan membawa pada diferensiasi gaji dalam pasar tenaga kerja, lebih lagi, kami juga membahas sudut pandang ekonomi sekuler pada diferensiasi gaji yang sudah ada.
Manusia diangkat oleh Tuhan sebagai khalifah di muka bumi, tuhan sendiri yang telah menciptakan perbedaan-perbedaan salah satunya adalah kaya dan miskin dan hanya Dialah yang mengetahui mekanisme dan sistem kehidupan. Allah memerintahkan:
(Al-Hujurat, 13)
Wahai manusia sesungguhnya  kami ciptakan kamu laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa untuk saling mengenal, dan sesungguhnya yang paling mulai diantara kamu adalah orang yang paling bertaqwa…          Di tempat lain, Dia berfirman dalam Al-Qur’an:
               (Al-Shura: 19)
      “Allah maha menyayangi pada tiap hambanya Ia memberi rizki kepada siapa saja yang Ia kehendaki dan dialah maha Kuat lagi maha Perkasa
       Manusia dihormati dan dimuliakan dengan segala bentuknya tanpa memandang perbedaan apakah dia budak atau majikan. Seluruh manusia adalah sama dan hanya orang orang bertaqwalah “Muttaqi” yang mendapat tempat tinggi di sisi Allah, bahkan kenyataannya perbedaan antara si kaya dan si miskin tidak mempengarhui kejayaan manusia di muka bumi. Perbedaan ini justru menjadi penting untuk identifikasi manusia dan menghasilkan sebuah “keseimbangan ekonomi masyarakat” karena elemen positif negatif itu selalu berpasangan sebagaimana halnya siang dan malam, cahaya dan kegelapan, kehidupan dengan kematian dan lain sebagainya, hidup akan menjadi lebih berarti jika kematian ada.
            Islam menolak segala bentuk ketidak seimbangan karena hal tersebut justru akan melahirkan barbarisme dan kesewenang-wenangan dalam  masyarakat, semua orang diberikan keamanan, kehormatan dan kemuliaan dalam masayarakat Islam. Penegakkan masyarakat seperti ini akan menghilangkan kejahatan sosial umumnya dan kejahatan ekonomi khususnya. Banyak permasalahan ekonomi, yang muncul pada sistem non-Islam, seperti sekuler, kapitalis, sosialis dan komunisme dapat disingkirkan dalam masyarakat Islam, sistem sekuler mendapatkan kritik masalah ekonomi seperti larang ebekrja, mogok, (TabakogJo, pp. 77-9!) dan masalah kelalaian dalam kerja (Akhtar 1992, pp.207).yang tidak akan mendapatkan tempatnya dalam sistem ekonomi Islam.
            Islam menekankan majikan untuk berlaku baik-perhatian, menyayangi, murah hati, dan jujur kepada setiap pekerja khususnya dan setiap angota masyarakat pada umumnya, tidak ada ruang untuk melakukan suap dan curang dalam transaksi bisnis, Allah memerintahkan: (An-Nisa’: 29)
“Wahai orang-orang yang  beriman janganlah engkau memakan harta sesamamu dengan batil, kecuali dengan dagang yang kami saling ridho, dan janganlah saling membunuh…
            Rasulullah bersabda:
            “ Pengusaha yang mencintai kebenaran dan kejujuran akan bersama nabi-nabi,...” [/\ I Tirmidhi, (8-4),1209, pp, 515]
            Pada kesempatan lain, Nabi Saw, bersabda:
            “Yang terbaik diantara kamu adalah yang memperlakukan pelayannya dengan kebaikan dan murah hati” (Kanz-AI Aml11al.Va!. 5, 18)
            Islam menuntut kemurnian dalam urusan bisnis, dan juga memperbolehkan kekuatan pasar dalam menentukan gaji dan harga serta menghindari intervensi pasar oleh Negara kecuali dibutuhkan (S.Tahir 1997)
II.    Sudut Pandang Islam Terhadap Differensiasi Gaji
Perbedaan utama antara agen ekonomi Islami dan agen ekonomi lainnya adalah berkaitan dengan maksud niat dibalik setiap keputusan ekonomi, Motivasi agen ekonomi sekuler hanya pada materi belaka sementara bagi pelaku ekonomi Islam percaya kepada ‘falah’ (kemaslahatan) baik di dunia maupun akhirat.
      Akhter (1992) melaporkan:
      Ketika majikan membayar pekerjanya, salah satu kompensasinya diperuntukkan untuk pegawai dan bagian lainnya adalah menggapai ridlo ilahi dengan mempertemukan kebutuhan pegawainya untuk kepentingannya sendiri”. (Akhtar 1992)
      Pernyataan ini mendefinisikan fungsi profit tenaga kerja dalam Islam sementara kita dapat mendefinisikan fungsi utility tenaga kerja sebagaimana di bawah ini:
U = (Kehendak Allah, kepusan majikan, gaji, usaha) dan
e ≥ ℮ ^ (N0 concept of shirking)
      Dimana ℮ adalah tingkat uasaha pekerja, ℮ ^ adalah tingkat yang diinginkan dari majikan, utility seorang pekerja adalah fungsi kehendak Allah, kepuasan majikan, gaji dan tingkat usaha.
      Kedua variabel pertama ditiadakan pada pelaku maksimalisasi utility sekuler, ia tidak bersifat tulus kepada majikannya sebagai pemaksimalan proporsi, ia melalaikan tugas kapanpun ada kesempatan sementara pelaku ekonomi Islam selalu tulus kepada majikannya, ia selalu menjaga kepemilikan majikannya dari pada lali pada tugasnya.
Rasulullah bersabda:
Seorang budak bertanggung jawab atas harta tuannya” (dicuplik dari Akram Khan 1989).
      Abdullah menyampaikan bahwa Raslulullah Saw bersabda, “Ketika seorang budak tulus bekerja untuk tuannya dan beribadah dengan benar, maka baginya mendapat pahala berlipat” (dicuplik dari Akram Khan 1989).
      Semua orang beriman tidak mempunyai tingkat keimanan yang sama, tingkatan keimanan dapat berbeda-beda di setiap hati manusia, tingkatan ini berdampak pada kepribadian seseorang, keimanan tidak hanya persoalan ibadah saja namun juga dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaian adalah orang yang terpercaya, amanah, jujur, bersungguh-sungguh dalam segala urusannya. Kepercyaan, kejujuran dan lain sebagainya sangat penting dalam urusan bisnis, pelaku ekonomi sekuler mempunyai motivasi yang sama dalam mengejar maksimalisasi matrial bagi tiap keputusan ekonominya. Disini keimanan tidak terlibat dalam keputusan, meskipun perbedaan keputusan dalam ekonomi muncul maka variasi motivasi yang lebih besar tak dapat ditemukan. Oleh karena itu, sangat terkait dalam ekonomi Islam diferensiasi gaji, tingkat keimanan menjadi ukuran diferensiasi gaji, lebih terpercaya dan jujur seorang pekerja maka ia akan mendapatkan gaji yang lebih tinggi daripada kolega kerjanya.
III.  Pandangan Ekonomi Sekuler Berkenaan Dengan Diferensiasi Gaji
Hukum satu gaji mempropagandakan bahawa pekerja dengan atribut sama akan menerima kompensasi sama sebagai dampak dari hukum satu harga, yang menyatakan satu objek tidak dapat dijual dijual dengan dua harga berbeda mempostulatkan tidak adanya biaya transaksi dan transportasi. Meskipun begitu keberadaan diferensiasi dapat diobeservasi dalam pasar kerja dan pekerja mempunyai atribut sama (baik; umur, pendidikan, pengalaman dll) dan mengerjakan pekerjaan yang sama dalam lokasi yang sama pula tetap menerima perbedaan gaji (wage differentiation), para ahli ekonomi bersepakat keberadaan diferensiasi gaji namun penjelasannya belum dikembangkan sebagaimana mestinya.
Differesnsiasi gaji telah menjadi parketk di era sekarang ini. Para ekonom tidak menyangkal fakta fenomena ini namun penjelasannya masih menjadi teka-teki antara pendekatan kompetitif dan non kompetitif
IV.   Teori Kompetitif Vs Non Kompetitif
Teori kompetitf menawarkan dua interpertasi keberadaan diferensiasi gaji bagi pekerja dengan karakteristik yang sama:
·  Permintaan pekerja ditententukan oleh nila produktifitas marginal (Value of Marginal Productivity VMP) deferensiasi gaji harus mewakili diferensiasi produktifitas (Penjelasan Neo klasik)
·  Hipotesa kompetitif teori adalah, bahwa dengan dorongan pasar bebas, gaji yang teramati dapat menggantikan kemampuan atau kondisi pekerjaan yang tak dapat diamati. Penolakan ide ini adalah bukti keberadaan stabilitas diferensiasi gaji bahkan setelah mengizinkan untuk mengukur dan tidak mengukur kualitas pekerja, kondisi pekerjaan, jaminan sosial, goncangan permintaan semu, ukuran perusahaan dan faktor-faktor lainnya.
Model kompetitif dalam sekenario ketiga interpertasi diatas dapat menjelaskan keberadaan diferensiasi gaji.
1.      Transitory Differentials
2.      Compensating Differentials
                    3.    Unmeasurecllabor quality
1.  Transitory Differentials
            Adalah pergantian permintaan tenaga pekerja, yang akan menghasilkan transitory differentials di seluruh industri bagi pekerja ahli, namun pola dispersi gaji ini akan membatasi konfergensi pasar tenaga kerja pada keseimbangan pasar di waktu mendatang.
2. Compensating Differentials
            Kompensasi gaji diferensial menjelaskan bahwa lebih tinggi gaji mengkompensasi atribut pekerjaan industri dari pekerja, Kruger dan Summers (1998) menujukkan bukti bertentangan dengan hal ini, bahwa perusahaan dengan gaji tinggi memiliki tingkat yang cukup rendah dibanding dengan industri dengan gaji rendah.
3. Unmeasured Labor Quality
            Diferensiasi gaji dapat merfleksikan keberadaan karakteristik unmeasured labor, hal ini cukup penting untuk mengungkapkan bahwa kemampuan pekerja dapat diketahui oleh pekerja dan perusahaan namun hal tersebut tidak dapat diobservasi oleh ahli ekonometri.
Non-Competitive Theory
            Teori ini mengetengahkan model gaji efisien, gagasan dibalik ini adalah hipotesa usaha tiap pekerja adalah fungsi gaji riil, hipotesis ini menjelaskan alasan kekakuan gaji (wage rigidity) pada saat terjadinya pengangguran tanpa disengaja. Model ini mempunyai perhatian utama tentang faktor-faktor yang memerankan peran penting dalam menentukan gaji tenaga kerja; model efisiensi gaji menyediakan logika mendalam bahwa afiliasi industri menyebabkan diferensiasi gaji.
            Oleh karena itu, adalah suatu yang mungkin, bahwa dengan atribut yang sama, seorang pekerja dapat menerima gaji  yang berbeda dalam industri yang berbeda daripada bekerja dengan pekerjaan yang sama, studi empiris model efisiensi gaji telah memiliki fokus utama pada struktur gaji inter-industri, perbedaan gaji yang besar untuk pekerjaan yang sama di lokasi yang sama pula telah terbukti secara empiris.
            Implikasi model ini dalah jika hubungan antara gaji dan produktifitas berbeda diseluruh industri yang berbeda, gaji optimal dibayarkan kepada pekerja yang serupa untuk pekerjaan yang sama dalam lokasi yang sama pula akan berbeda diantara industri-industri yang ada.
            Berbagai alasan adanya diferensiasi gaji dihubungkan dengan interpertasi berbeda hipotesis gaji efisien, diantaranya alasan sensitif dibalik keberadaan diferensiasi gaji adalah hipotesis usaha upah (Akerlof 1982) yang berbeda diseluruh perusahaan dan menentukan perbedaan optimalasasi gaji bagi setiap perusahaan yang mengarah pada diferensiasi gaji di pasar tenaga kerja. Terlebih lagi, perusahaan membayar gaji diatas pasar penggajian, yang akan akan mempengaruhi out put mereka dalam bentuk merendahkan pemberhentian, meningkatkan moral pekerja, merendahkan incsentif untuk lalai dll.
V.     Kesimpulan
Perbedaan antara si kaya dan si miskin tidak berpengaruh pada kejayaan manusia, perebedaan ini menghasilkan sebuah “keseimbangan ekonomi masyarakat”, yang dapat menghilangkan keburukan sosial dan ekonomi, seperti larangan bekerja, mogok, lalai dll, karena Islam menentut kemurnian dalam tiap urusan bisnis.
Kepindahan pelaku ekonomi Islam dari pelaku ekonomi lainnya berkaitan dengan motivasi yang melatari tiap keputusan ekonomi, pelaku ekonomi Islam percaya akan maslahat ‘falah’ baik di dunia maupun di akhirat, sementara pelaku ekonomi sekuler berprilaku menurut proporsi matrialnya. Dalam krangka Islam, fungsi utilitas tenaga kerja berdasar pada kehendak Allah, kepuasan majikan, gaji dan tingkat uasa, sementara kedua pertama dari factor-faktor tersebut tidak ada dalam maksimalisasi utility sekuler. Variasi dalam keimanan akan merfleksikan difrensiasi gaji pada ekonomi Islam.
Tingkat keimanan adalah faktor penting yang berbeda dalam tiap hati manusia, kerena orang yang beriman tidak memiliki tingkat keimanan yang sama, tingkatan ini penting dalam ibadah dan urusan ekonomi, serta perbedaan tingkat keimanan ini akan mengarah pada diferensiasi dalam pasar tenaga kerja. Pelaku ekonomi sekuler tidak memiliki elemen tersebut, oleh karena itu dapat ditemukan tidak ada variasi motif yang lebih besar dalam ekonomi mereka, krangka ekonomi sekuler menyediakan teori kompetitif dan non kompetitif untuk menjelaskan diferensiasi gaji, teori kompetitif menawarkan dua interpertasi atas keberadaan diferensiasi gaji.
Teori non-kompetitif (efficiency wage models) menghipotesakan bahwa perusahaan sendiri akan membayar gaji lebih tinggi dibanding dengan gaji kompetitif pada pasar tenaga kerja, yang menghasilkan tingginya moral, kecilnya angka pengunduran diri, mengurangi kelalaun dll, model-model tersebut juga menginterpertasikan bahwa hubungan antara gaji dan produktifitas berbeda pada setiap industri yang berbeda, gaji optimal dibayarkan kepada pekerja yang sama akan berbeda di antara tiap industri.
Daftar Pustaka
1: Ahmad Tabakoglo. "Labor and Capital Concepts", i.nIslamic Economics and Distribution in
Macroeconomic Framework: An Islamic Perspective. edited by Fahim Khan, pr. 77-91.
2. Akerlof, George. (1982), "Labor Contracts as Partial Gift Exchange", Quarterly Journal ofEconomics. 97 (4), pp. 543-63
3. Akhtar M. Ramzan. (1992), " An Islamic Framework for Employer- Employee Relationship",
The American Journal of Islamic Sosial Sciences. 9(2), pp. 202-18.
4. Katz, Lawrence. (1986), "Efficiency Wage Theories: A Partial Evaluation", NBER
MacrQeconomicsAnnual, pp. 235-76.
5. Kruger, Allan and Summers, La\\Tence.(1988), "Efficiency Wages and the Interindustry Wage
Structure" , Econometrica. 56(2), pp. 259-93.
6. Muhammad, Akram Khan. (1989), "Economic Teachings of Prophet Muhammad (May peace
be upon Him)", International Institute of Islamic Economics Islamabad and Institute of Policy
studies, Islamabad, Pakistan. -
7. S. Tahir. (1997), "Economic Teac:hingsof Prophet Muhammad (May peace be upon him)", in
M.A. Choudhury, M.Z. Abdad and Muhammad S. Salleh (eds.), Islamic Political Economy in
CapitalistGlobalization-,Kualalumpur.UtusanPublicationsand Distributors,SDN BHD,pp.
335-77. --
8. Yellen, Janet. (May,1984),"Emciency Wage Models of Unemployment", American Economic
Review-Papers and Proceedings, 74, pp. 200-05.
9. ,Yusuf AIL (1983), The Holy Quran. TexfT~anslation and Commentary. Published by Amana
Corp. USA. .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Go on spit it out!!!